Bad-Publication (I)
"Gue lagi nyusun buku," kata Vantaa bangga. "Smacem Jakarta Undercover gitu."
Vantaa--bahasa swedia, bacanya Wanda--termasuk makhluk gaib. Bukan kakinya gak nginjek tanah atau punggungnya bolong, tapi yang serupa itu: dia sering muncul tiba-tiba dan penuh kejutan. Yang aneh, cewek garang ini sepertinya diselimuti aura yang bikin gak nyaman. Gak ada yang betah berlama-lama bareng dia. Itu sebabnya, Vantaa gak punya banyak temen. Bahkan anak-anak seangkatannya sering gak sadar punya temen yang--kalo salah sebut--namanya mirip nama merek minuman ringan itu.
Di antara sedikit temannya, Cokro termasuk yang diberkahi 'kemampuan' bisa deket 'ma Vantaa. Takdir mempertemukan dan memperkenalkan mereka. Setelah itu takdir kabur entah ke mana. (Takdir emang sering lempar tanggung jawab!) Mereka teman se-SMU. Padahal sudah dua tahun lebih kelas mereka bersebelahan, tapi Cokro baru menyadari keberadaan Vantaa di akhir-akhir kelas tiga. Mereka pertama kali ketemu di WC-cowok.
"Wah hebat. Jadi lo dah kunjungi satu-satu tempat begituan se-Bandung donk," tanya Cokro penasaran. "Sejak kapan idenya?"
"Sejak sebulan kemarin. Gue dapet ide waktu boker. "
Pantes.
"Nah itu dia makannya gue sms lo ngajak ketemuan, Cok."
Waduh sori ya, gue lagi ada urusan di himpunan. Gue ga ada waktu ngomong-ngomong ma lo. Sori ya, bye. "Bantu gimana?" Cokro mulai merasakan aura-aura aneh. Perasaannya gak enak.
"Tinggal satu tempat yang belum gue datengin. Gue denger ada satu club striptease di Bandung ini. Katanya sih di daerah Braga. Lo bisss..."
Okay. Himpunan, lupain aja. "Kapan kita ke sananya?"
"Kalo gini aja.. baru semangat. Gue pastiin dulu alamatnya. Acaranya adanya jumat. Malem. Jam 9 (kita berangkat) dari kosan gue. Pake' motor lo."
Walaupun agak gondok, "Oke." Aura dikalahkan aurat.
---
"Lo yakin ini tempatnya?"
"Iya. Nih liat...," Vantaa memberikan secarik kertas dengan alamat di atasnya ditulis dengan tinta merah, "bener khan."
Dari luar, gedung di depan mereka itu tampak biasa. Lebih mirip gedung kantoran daripada tempat maksiat. Mereka memberanikan diri masuk.
Lantai empat. Vantaa nampak bicara dengan seorang pria berbadan tegap dengan kacamata hitam di depan sebuah ruang. Entah apa yang dibicarakan. Cokro berdiri agak jauh dari mereka. Jujur, dia takut. Pura-pura sok sibuk tertarik sambil neliti kotak merah bertuliskan 'Emergency'. Apa aja, asal gak berurusan dengan si gupalan-otot berjalan.
Jam dua belas malam kurang tiga menit. Orang-orang makin banyak berdatangan. Banyak juga perempuan yang dateng. Cantik-cantik, meskipun keliatannya 'dewasa', highclass dan wangi-wangi. Mungkin kah mereka ini yang sebentar lagi bakal jadi 'tontonan' di dalam... Fantasi Cokro mulai liar.
Dari kejauhan, Cokro ngelihat Vantaa berhasil menyakinkan Men in Black itu dan mereka diijinkan masuk. Hebat juga koneksinya si Vantaa... boleh sering-sering nih.
Vantaa--bahasa swedia, bacanya Wanda--termasuk makhluk gaib. Bukan kakinya gak nginjek tanah atau punggungnya bolong, tapi yang serupa itu: dia sering muncul tiba-tiba dan penuh kejutan. Yang aneh, cewek garang ini sepertinya diselimuti aura yang bikin gak nyaman. Gak ada yang betah berlama-lama bareng dia. Itu sebabnya, Vantaa gak punya banyak temen. Bahkan anak-anak seangkatannya sering gak sadar punya temen yang--kalo salah sebut--namanya mirip nama merek minuman ringan itu.
Di antara sedikit temannya, Cokro termasuk yang diberkahi 'kemampuan' bisa deket 'ma Vantaa. Takdir mempertemukan dan memperkenalkan mereka. Setelah itu takdir kabur entah ke mana. (Takdir emang sering lempar tanggung jawab!) Mereka teman se-SMU. Padahal sudah dua tahun lebih kelas mereka bersebelahan, tapi Cokro baru menyadari keberadaan Vantaa di akhir-akhir kelas tiga. Mereka pertama kali ketemu di WC-cowok.
"Wah hebat. Jadi lo dah kunjungi satu-satu tempat begituan se-Bandung donk," tanya Cokro penasaran. "Sejak kapan idenya?"
"Sejak sebulan kemarin. Gue dapet ide waktu boker. "
Pantes.
"Nah itu dia makannya gue sms lo ngajak ketemuan, Cok."
Waduh sori ya, gue lagi ada urusan di himpunan. Gue ga ada waktu ngomong-ngomong ma lo. Sori ya, bye. "Bantu gimana?" Cokro mulai merasakan aura-aura aneh. Perasaannya gak enak.
"Tinggal satu tempat yang belum gue datengin. Gue denger ada satu club striptease di Bandung ini. Katanya sih di daerah Braga. Lo bisss..."
Okay. Himpunan, lupain aja. "Kapan kita ke sananya?"
"Kalo gini aja.. baru semangat. Gue pastiin dulu alamatnya. Acaranya adanya jumat. Malem. Jam 9 (kita berangkat) dari kosan gue. Pake' motor lo."
Walaupun agak gondok, "Oke." Aura dikalahkan aurat.
---
"Lo yakin ini tempatnya?"
"Iya. Nih liat...," Vantaa memberikan secarik kertas dengan alamat di atasnya ditulis dengan tinta merah, "bener khan."
Dari luar, gedung di depan mereka itu tampak biasa. Lebih mirip gedung kantoran daripada tempat maksiat. Mereka memberanikan diri masuk.
Lantai empat. Vantaa nampak bicara dengan seorang pria berbadan tegap dengan kacamata hitam di depan sebuah ruang. Entah apa yang dibicarakan. Cokro berdiri agak jauh dari mereka. Jujur, dia takut. Pura-pura sok sibuk tertarik sambil neliti kotak merah bertuliskan 'Emergency'. Apa aja, asal gak berurusan dengan si gupalan-otot berjalan.
Jam dua belas malam kurang tiga menit. Orang-orang makin banyak berdatangan. Banyak juga perempuan yang dateng. Cantik-cantik, meskipun keliatannya 'dewasa', highclass dan wangi-wangi. Mungkin kah mereka ini yang sebentar lagi bakal jadi 'tontonan' di dalam... Fantasi Cokro mulai liar.
Dari kejauhan, Cokro ngelihat Vantaa berhasil menyakinkan Men in Black itu dan mereka diijinkan masuk. Hebat juga koneksinya si Vantaa... boleh sering-sering nih.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home