Reuni(fikasi)
"Dimana, Don?"
Doni cuma bisa bengong. "Cilak.."
"Lagi?!" Aduy memotong. Walaupun acara ini sama sekali nggak meminta mereka merogoh kantong, tapi buat Aduy, Roni, dan Coky ini perkara serius dan gak bisa main-main.
"Gue kan demen seafood," Doni bela diri.
Sekarang lagi musimnya cuti. Bulan-bulan belakangan ini, tiap minggu ada aja temen seangkatan mereka yang balik dari lapangan. Kebanyakan sih cuti. Tapi ada juga yang lagi cari tumpangan untuk ngelompat ke perusahaan lain yang tentunya lebih bonafide. Minggu ini giliran Deki yang ditodong buat bikin kenyang temen-temennya yang sedang 'di-pantati' sang nasib ini: belum juga dapet kesempatan disidang.
"Di mana lagi ya?"
Kalo mereka berlima ada di Pekalongan atau Tulungagung, wajar-wajar aja mereka kehabisan lokasi tongkrongan. Tapi ini Bandung. Kota dengan hotspot terbanyak berdasarkan sebuah situs yang mendorong orang untuk jalan-jalan, makan-makan, dan tentunya menghabiskan uang.
"... kayaknya semua tempat udah deh.. mulai dari Cikapundung mpe Lembang udah kena semua," Roni menyerah.
Harusnya perkara isi mengisi perut ini gak bikin bingung lima kepala. Khan, paling-paling besok pagi semua itu berakhir di tempat pembuangan; depan dan belakang. Tapi, menurut Doni ini soal pemerataan, soal kesempatan.. kapan lagi kalo nggak sama mereka-mereka yang baru terima gaji pertama dan dengan penuh kebanggaan pingin nunjukin 'kesuksesan' yang dia raih ke temen-temennya dengan cara ntraktir--kesempatan macem ini gak mungkin bisa ada kalo harus rogoh kocek mahasiswa tingkat akhir yang dana donasi dari orang tuanya aja dah makin seret. Seseret air ledeng rumah kontrakan Aduy.
(Catatan: tapi ini sama sekali bukan masalah buat Aduy. Boro-boro mandi, cuci muka aja kayaknya Aduy dah lupa caranya.)
Tiba-tiba, Aduy yang lebih akrab sama cat minyak dan kanvas ketimbang gayung dan sabun itu dapet ide, "Gue tau!"
---
"Dasar surrealis! Ide gebleg nan sederhana lo lumayan juga, Duy," kata Roni sambil ngisep rokok sebatang rame-rame.
"Iya nih.. view kayak gini kudunya bisa lo pake buat cafe pa tempat dinner romantis," Coky nggigit MacBurger extra-gedhe yang ke tiga.
"Masa sih kita bisa lupain tempat seasik ini."
"Ya.. asal tuh benda-benda menggantung di sono itu diturunin dulu... bikin gue aras-arasen makan.."
"Aras-arasen koq habis tiga. Ya, jangan liat ke sono Cok. Tuh.. liat aja kelap-kelip kota Bandung."
"Gue paling demen tuh siluet pegunungannya. Jadi inget Brokeback Mountain, waktu Heath Lead..."
Serentak, Doni, Aduy, Roni, dan Deki menatap Coky yang mulutnya belepotan mustard, saos, plus saliva... "Brokeback?!"
Coky nyadar bahwa kejantanannya sekali lagi akan dipertanyakan, buru-buru dia ralat.. "ee.. pemandangannya.." Lalu tangannya nyari-nyari gelas coke dingin ukuran jumbo trus buru-buru disruput.
Buat mereka berlima, loteng atas tempat jemuran di kos-kosan Roni dan Doni bakal jadi tempat favorit mereka semua. View ala resto mahal di Dago Atas, dengan angin yang sepoi-sepoi. Apalagi bulan lagi bulet-buletnya di atas sana. Pemandangan plus plus: kolor yang gak cuma ijo dan cawat yang bentuknya berusaha untuk segitiga sama sekali gak membuat mereka benci balik lagi kalo empat bulan nanti Deki cuti lagi atau kalau mereka semua udah pisah jauh-jauh dan dikasih kesempatan untuk nongkrong bareng lagi di kota ini.
*Gubrak!! Klontang #$%^*(#$&! Buk!!*
Meongg!!! @#$%^&@!#%^&
Aduy dengan sukses nimpuk kucing garong--yang ikut-ikutan nongkrong di atap dan dah mulai bikin suara-suara aneh yang mulai ngeganggu banget--pake sendal jepit.
"Woy.. sendal Billabong asli gua!!!" Jerit Deki.
Doni cuma bisa bengong. "Cilak.."
"Lagi?!" Aduy memotong. Walaupun acara ini sama sekali nggak meminta mereka merogoh kantong, tapi buat Aduy, Roni, dan Coky ini perkara serius dan gak bisa main-main.
"Gue kan demen seafood," Doni bela diri.
Sekarang lagi musimnya cuti. Bulan-bulan belakangan ini, tiap minggu ada aja temen seangkatan mereka yang balik dari lapangan. Kebanyakan sih cuti. Tapi ada juga yang lagi cari tumpangan untuk ngelompat ke perusahaan lain yang tentunya lebih bonafide. Minggu ini giliran Deki yang ditodong buat bikin kenyang temen-temennya yang sedang 'di-pantati' sang nasib ini: belum juga dapet kesempatan disidang.
"Di mana lagi ya?"
Kalo mereka berlima ada di Pekalongan atau Tulungagung, wajar-wajar aja mereka kehabisan lokasi tongkrongan. Tapi ini Bandung. Kota dengan hotspot terbanyak berdasarkan sebuah situs yang mendorong orang untuk jalan-jalan, makan-makan, dan tentunya menghabiskan uang.
"... kayaknya semua tempat udah deh.. mulai dari Cikapundung mpe Lembang udah kena semua," Roni menyerah.
Harusnya perkara isi mengisi perut ini gak bikin bingung lima kepala. Khan, paling-paling besok pagi semua itu berakhir di tempat pembuangan; depan dan belakang. Tapi, menurut Doni ini soal pemerataan, soal kesempatan.. kapan lagi kalo nggak sama mereka-mereka yang baru terima gaji pertama dan dengan penuh kebanggaan pingin nunjukin 'kesuksesan' yang dia raih ke temen-temennya dengan cara ntraktir--kesempatan macem ini gak mungkin bisa ada kalo harus rogoh kocek mahasiswa tingkat akhir yang dana donasi dari orang tuanya aja dah makin seret. Seseret air ledeng rumah kontrakan Aduy.
(Catatan: tapi ini sama sekali bukan masalah buat Aduy. Boro-boro mandi, cuci muka aja kayaknya Aduy dah lupa caranya.)
Tiba-tiba, Aduy yang lebih akrab sama cat minyak dan kanvas ketimbang gayung dan sabun itu dapet ide, "Gue tau!"
---
"Dasar surrealis! Ide gebleg nan sederhana lo lumayan juga, Duy," kata Roni sambil ngisep rokok sebatang rame-rame.
"Iya nih.. view kayak gini kudunya bisa lo pake buat cafe pa tempat dinner romantis," Coky nggigit MacBurger extra-gedhe yang ke tiga.
"Masa sih kita bisa lupain tempat seasik ini."
"Ya.. asal tuh benda-benda menggantung di sono itu diturunin dulu... bikin gue aras-arasen makan.."
"Aras-arasen koq habis tiga. Ya, jangan liat ke sono Cok. Tuh.. liat aja kelap-kelip kota Bandung."
"Gue paling demen tuh siluet pegunungannya. Jadi inget Brokeback Mountain, waktu Heath Lead..."
Serentak, Doni, Aduy, Roni, dan Deki menatap Coky yang mulutnya belepotan mustard, saos, plus saliva... "Brokeback?!"
Coky nyadar bahwa kejantanannya sekali lagi akan dipertanyakan, buru-buru dia ralat.. "ee.. pemandangannya.." Lalu tangannya nyari-nyari gelas coke dingin ukuran jumbo trus buru-buru disruput.
Buat mereka berlima, loteng atas tempat jemuran di kos-kosan Roni dan Doni bakal jadi tempat favorit mereka semua. View ala resto mahal di Dago Atas, dengan angin yang sepoi-sepoi. Apalagi bulan lagi bulet-buletnya di atas sana. Pemandangan plus plus: kolor yang gak cuma ijo dan cawat yang bentuknya berusaha untuk segitiga sama sekali gak membuat mereka benci balik lagi kalo empat bulan nanti Deki cuti lagi atau kalau mereka semua udah pisah jauh-jauh dan dikasih kesempatan untuk nongkrong bareng lagi di kota ini.
*Gubrak!! Klontang #$%^*(#$&! Buk!!*
Meongg!!! @#$%^&@!#%^&
Aduy dengan sukses nimpuk kucing garong--yang ikut-ikutan nongkrong di atap dan dah mulai bikin suara-suara aneh yang mulai ngeganggu banget--pake sendal jepit.
"Woy.. sendal Billabong asli gua!!!" Jerit Deki.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home