Namanya juga Manusia
- ah... -
“Kadang kita cuma perlu sedikit Keyakinan...” - Human, Desreé -
Kata orang-orang, jomblo itu (perkara) nasib, tapi melajang adalah pilihan. Ah, masa' iya?
Mari mundur ke beberapa waktu yang lalu. Di tengah-tengah dunia yang selalu menuntut--ketika kuliah banyak yang bertanya, ‘Kapan lulus?’, ketika sudah lulus, ‘Kapan kerja?’, dan ketika giliran udah dapet kerja, ‘Kapan nikah?’, dan pertanyaan-pertanyaan itu masih bisa diteruskan lagi mungkin sampai, ‘Kapan mati?’--kenyataan (yang kadang menyakitkan, tapi juga kadang mengenakkan... mmh) bahwa saya tidak punya pasangan, alias Jomblo, selalu saya tepis dengan sebuah jawaban: “Gue kan masih muda, masih banyak yang pengin dikejar... banyak tempat yang pengin gue kunjungi... hal-hal yang nggak bisa dilakuin kalo udah jadi ‘truk gandeng’!” Itu jawaban favorit gue!
Tapi sekarang, ketika jawaban itu kembali dari mulut seorang teman, kenapa alasan itu terasa sangat diplomatis.. seperti jawaban, “Jodoh, rejeki, hidup, dan mati itu di tangan Tuhan”, yang sering diulang-ulang artis Indonesia di tayangan infotainment yang juga selalu diulang-ulang.. dan anehnya masih gue tonton. Pokoknya cliché!
Entah kenyataan bahwa itu selalu gue ulang-ulang (karena emang banyak atau kebanyak orang selalu menuntut) atau karena pernyataan itu memang mengandung kadar ke-cliché-an hingga 24 karat... yang pasti it hits me back!
Apa bener, ketika seseorang sudah nikah atau punya pasangan, hidupnya berubah atau memerlukan sedikit penyesuaian? Atau mungkin memang manusia pada suatu titik memang perlu punya pekarangan dengan pagar yang manis mengelilingi... dengan rerumputan hijaunya sendiri supaya tidak selalu melirik rumput tetangga (sama rumput aja iri!) toh, ketika ingin keluar, selalu ada pintu di sana. Mungkin.
Ada juga yang berlindung pada jaminan, seperti kata seorang teman suatu hari, “Kita semua sudah ada jodohnya.” Lalu, ketika kenyataan menampar, dia kembali berujar, “Bagaimana kalo nggak dateng-dateng juga tuh jodoh (sementara gue udah kebelet)?” --- Hey, jangan tanya gue... apa ente nggak liat, gue juga lagi jomblo?! Tapi setidaknya gue berusaha untuk bahagia.. atau pura-pura bahagia --- hahaha.. sesama jomblo jangan saling mendahului!
“Saya hanya manusia... saya tidak (bisa) mengklaim saya tau semuanya!”, kata Desreé lagi. Mungkin, kita semua ingin sebuah rumah yang manis dengan pekarangan yang indah, tapi juga pagar yang bisa menjaga kita dari dunia yang sering kali melelahkan dan tak jarang dihuni kebencian. “All we need is LOVE,” kata Betles.
“Kadang kita cuma perlu sedikit Keyakinan...” - Human, Desreé -
Kata orang-orang, jomblo itu (perkara) nasib, tapi melajang adalah pilihan. Ah, masa' iya?
Mari mundur ke beberapa waktu yang lalu. Di tengah-tengah dunia yang selalu menuntut--ketika kuliah banyak yang bertanya, ‘Kapan lulus?’, ketika sudah lulus, ‘Kapan kerja?’, dan ketika giliran udah dapet kerja, ‘Kapan nikah?’, dan pertanyaan-pertanyaan itu masih bisa diteruskan lagi mungkin sampai, ‘Kapan mati?’--kenyataan (yang kadang menyakitkan, tapi juga kadang mengenakkan... mmh) bahwa saya tidak punya pasangan, alias Jomblo, selalu saya tepis dengan sebuah jawaban: “Gue kan masih muda, masih banyak yang pengin dikejar... banyak tempat yang pengin gue kunjungi... hal-hal yang nggak bisa dilakuin kalo udah jadi ‘truk gandeng’!” Itu jawaban favorit gue!
Tapi sekarang, ketika jawaban itu kembali dari mulut seorang teman, kenapa alasan itu terasa sangat diplomatis.. seperti jawaban, “Jodoh, rejeki, hidup, dan mati itu di tangan Tuhan”, yang sering diulang-ulang artis Indonesia di tayangan infotainment yang juga selalu diulang-ulang.. dan anehnya masih gue tonton. Pokoknya cliché!
Entah kenyataan bahwa itu selalu gue ulang-ulang (karena emang banyak atau kebanyak orang selalu menuntut) atau karena pernyataan itu memang mengandung kadar ke-cliché-an hingga 24 karat... yang pasti it hits me back!
Apa bener, ketika seseorang sudah nikah atau punya pasangan, hidupnya berubah atau memerlukan sedikit penyesuaian? Atau mungkin memang manusia pada suatu titik memang perlu punya pekarangan dengan pagar yang manis mengelilingi... dengan rerumputan hijaunya sendiri supaya tidak selalu melirik rumput tetangga (sama rumput aja iri!) toh, ketika ingin keluar, selalu ada pintu di sana. Mungkin.
Ada juga yang berlindung pada jaminan, seperti kata seorang teman suatu hari, “Kita semua sudah ada jodohnya.” Lalu, ketika kenyataan menampar, dia kembali berujar, “Bagaimana kalo nggak dateng-dateng juga tuh jodoh (sementara gue udah kebelet)?” --- Hey, jangan tanya gue... apa ente nggak liat, gue juga lagi jomblo?! Tapi setidaknya gue berusaha untuk bahagia.. atau pura-pura bahagia --- hahaha.. sesama jomblo jangan saling mendahului!
“Saya hanya manusia... saya tidak (bisa) mengklaim saya tau semuanya!”, kata Desreé lagi. Mungkin, kita semua ingin sebuah rumah yang manis dengan pekarangan yang indah, tapi juga pagar yang bisa menjaga kita dari dunia yang sering kali melelahkan dan tak jarang dihuni kebencian. “All we need is LOVE,” kata Betles.