Korek Api

Monday, January 23, 2006

shredsketches (1)

Yarra menutup harinya, malam itu, dengan kepala yang penat.

"Gue duluan ya, Ra'," Dian menyentuh pundaknya. "Inget.. apa yang gue bilang tadi. Oke!" Yarra melihat ke bayangan Dian di cermin sambil tersenyum berat. Mata mereka saling sapa.

Yarra mengangguk kecil: mengiyakan, tapi ragu.

"Kita ketemu besok pagi ya.. Bye." Dian menghilang di balik pintu.

Malam ini, dia sedang tak ingin bicara. Yarra menatap sosok letih di cermin. Make-up tebal itu mencekik jiwanya. Ia capek menjadi cantik.

***

"Cobalah untuk relaks... makin rileks, makin dalam kau bisa masuk ke dalam bawah sadarmu..."

"Bayangkan kau berada di pantai. Bunyi camar itu... rasakan... rileks...
Kau bisa merasakan buih ombak menyentuh ujung kaki mu...
rasakan tapak kakimu di atas butir-butir pasir yang basah..
Rasakan hangatnya matahari. Tidak panas. Suhunya pas... santai...
Hirup aroma laut. Bau garam bercampur lembap di udara...
Angin basah menyentuh kulit wajahmu, pelan, lembut...
Lihat di langit biru membentang luas... Rilekss... Santaii..."

Graha bisa membayangkan pantainya. Di sana sepi. Dia hanya melihat dirinya sendiri. Di sana ia bisa lari dari hidupnya, juga dari masa lalunya. Tapi, malam ini bukan gilirannya. Graha masih harus ada di ruang praktiknya. Karena bukan dia yang duduk di kursi itu, tapi Claudia, pasiennya.

***

Dia menghela nafas. Terasa berat, tak tahu kenapa. Padahal malam ini ia hanya mengisi dadanya dengan asap. Asap yang seharusnya bisa melunturkan gelisahnya. Asap yang harganya ratusan ribu. Mahal, tapi ia butuh itu.

Mereka tidak tahu ini. Buat mereka aku adalah malaikat.
Mereka tak boleh tahu, bahwa sebenarnya, aku tidak punya sayap.


Bunga-bunga mulai bermekaran di dalam dadanya, juga di kepalanya. Ah, akhirnya.. malaikat pulang ke surga.

Aku juga punya surga kecil di sini, di bumi, yang kami namai ia keluarga,
Tempat kami berkumpul, bersembunyi dari dunia yang kejam,
Di sini, di surga ku ini, tak ku biarkan setitikpun noda,
Ku pastikan sepatu dan sandal pada raknya,
Baju dan kemeja licin tersetrika, juga wangi, tersusun rapi dalam almari
Tidak... mereka tak boleh tahu, tak ada sayap tumbuh di punggungku,
Tidak anak-anakku, tidak juga suamiku.

Hanya malam ini, Nak, ibumu terbang pulang ke surga
dengan asap-asap yang membumbung tinggi,
tapi, ibu akan kembali, sebelum kalian terbangun besok pagi...


Sandrine sudah lupa, ingin jadi apa dia waktu kecil.

***

Krriiiiing... kriiiiiiing... kriiiiiiing...

"Halo.."

"Ma? Ada apa... ...Ma... tapi ini khan jam dua pagi." jawab Laks enggan tapi tetap tenang. Harusnya dia sudah siap dengan ini. Laks menghela nafas. Ia mengusap dahi dan matanya.

"...Udah Ma, jangan nangis dong... Lebih baik Mama istirahat aja sekarang."

Laks tahu, ia anak satu-satunya. Kemana lagi Mamanya akan mengadu. Laki-laki yang dulu pernah jadi suaminya, jam segini pasti sedang tidur di samping istri barunya yang masih muda dan sital itu. Tapi Mama... dia masih harus mencari sendiri teman tidurnya di keremangan kehidupan malam. Malam itu, Mamanya sedang tidak beruntung.

"Laks yakin Mama bisa nemuin laki-laki lain yang bisa mencintai Mama. Tapi, Mama sekarang tidur dulu ya..."

Laks tahu mamanya butuh cinta. Seperti juga dia.

Telepon ditutup. Laks kembali ke mejanya. Ia harus menyiapkan presentasinya besok pagi.

Tuesday, January 17, 2006

Tarotblot, Co.

Sejak nonton infotainment sore itu, Daru mulai menjemur celana dalemnya di dalem kamar. Tak lupa, masing-masing dipasangi nomer seri. Gak juga tangan si bibi' yang bisa menjamah, apalagi cewek-cewek centil temen adeknya yang belakangan ini sering 'study tour' ke rumah kontrakan mereka. Daru percaya 'ma yang namanya pelet dan segala praktik klenik--selain bahwa Elvis masih hidup, diculik makhluk-makhluk abu-abu hydrochepalus dari luar angkasa.

Dia sumpah-sumpah, di suatu malam waktu umur 12tahun, dia pernah didatangi para penculik Elvis itu. Rencananya, dia bakal dijadiin kelinci percobaan di laboratorium luar angkasa. Katanya lagi, mereka tertarik dengan otaknya. Dengan kemampuan supranatural yang dia punya. Koq gak jadi? Konon, dia dilindungi 'ma Nyi Blorong, nenek-buyutnya!

Menurut ramalan Putri Wong Kam Fu yang dibacanya dari tabloid 'Klenik', bulan ini akan penuh kejutan dan keberuntungan. Sudah jam 10. Daru harus ke kampus, ngeliat apa lamaran Kerja Praktek-nya (KP) sudah dibales, trus masuk kerja dua jam lagi.

---

"Yang itu brapaan, Mas, harganya?", tanya Dina yang kebetulan nemu toko 'aneh-aneh' di tengah rimba-raya-jaman-millenium yang serba hi-tech ini. Yang jualannya juga aneh, cakep juga sih, tapi kenapa ngos-ngosan ngomongnya.

"Enam ratus-an... Tapi, 'dah sama buku.. dan dvd-nya, Mbak,"

"Kalo yang itu...?"

Itungannya, Dina masih dalam masa 'duka'. Cowoknya ketauan selingkuh. Tapi, nggak ada cara yang lebih dramatis untuk putus selain di depan kamera televisi. Wajahnya nonggol di teve, sabtu kemarin, di Playboy Kabel. Itung-itung promosi gratis, sambil numpang beken skalian menjajal akting. Dina emang drama queen sejati. Sebenernya, dia juga udah bosen 'ma Ken, cowoknya yang super-rich dan model itu.

Siang itu, Dina ngerayainnya sambil jalan-jalan sendirian ke 'women's-sport center': mal. Makan, nonton, shopping. Skalian ngetes, apa ada yang nonton Playboy Kabel dan tau 'siapa dia'.

"Tapi saya belum bisa mainin Tarot nih, mas."

"Oh, di sini juga bisa koq kalo mau ikutan trainingnya. Atau kalo' mbak mau coba dibacain, juga bisa koq..."

"Bayar berapa?"

"Tiga puluh ribu aja, Mbak."

Basa-basi, "mahal banget...", tapi Dina inget, dia masih punya kartu kredit Ken yang sama sekali belum sekarat, "boleh deh."

"Mari, mbak." Mereka melangkah ke dipan di belakang kaunter yang bernuansa oriental-magis itu.

---

Yes! Dengan satu gerakkan klasik: tangan kanan dikepalkan keras, siku ditekuk, lalu ayunkan dari atas ke bawah. Daru meloncat-loncat kecil. Bulan depan, dia berangkat ke Freeport untuk KP selama tiga bulan. Dia tahu--berdasarkan numerology dan feng shui--Freeport adalah takdirnya.

Udah jam 11.40, Daru buru-buru ngegas motornya menuju tempat kerja. Dipikirannya, terbayang Cartenz, dan dump-truck besar-besar, orang-orang berkulit gelap pakai koteka, dan dinginnya salju. Dia butuh jaket dan sweater!

---

Tarotblot, Co.

"Lo telat lagi Ru. Hari ini 20 menit," protes Lauren bosan.

"Sori Ren... gue dari kampus...," nafasnya terengah-engah, "bulan depan gue pergi... ke... Freeport."

"Simpen dulu crita lo, tuh ada yang dateng..."

"Yang itu brapaan, Mas, harganya?" ... lucu juga nih cewek. Banyak banget ya belanjaannya.

"Enam ratus-an...," tarik nafas - tahan - buang... .. .

---

... Pertanyaan terakhir, pertanyaan standar: "Kalo, Cinta?"

"Three of sword...," biasanya artinya perselingkuhan, "Three of cups." Lhoh.. tiga-cawan khan artinya pesta, perayaan. Kartu-kartu ini mau ngomong apa ya...

"Eee... Mbak baru putus ya? Pacar Mbak selingkuh ya?"

"Koq tahu?" Daru lega. Skali lagi, 'bacaan'-nya bener. Skali lagi, dia bisa menancapkan impresi kehebatannya di depan cewek manis itu. Dan dia juga jomblo.

"Tapi...," Daru mulai ragu dengan kartu-kartunya, "saya ngliat Mbak seneng. Mensyukuri malah.. kejadian itu."

"Hehe.. tau aja kamu.. Kamu hebat ya.. Nama gue Dina," cewek itu mengulurkan, menawarkan tangannya.

"Daru. Kayaknya saya pernah liat Mbak deh di TV"

Dina bertemu fans pertamanya.

---

"Lo gak mikir ya! Lo dah selingkuh di depan mata gue.. Brani-braninya lo dateng lagi ke rumah gue... Lo mo apa lagi skarang? Belum puas lo mencabik-cabik hati gue? Mo ngajak balikan? Enak aja....," Dina mencoba skali lagi kemampuan aktingnya. Script-nya sudah dia hapal di luar kepala.

"Sorry, I'm really really sorry, Bun. Nggak.. eh.. gue.. gue minta lo balikin credit-card gue," kata Ken to-the-point.

Dina masih memasang wajah geram ala artis sinetron, tak lupa dengan mata melototnya. Membuka dompetnya, "Nih...siapa juga yang butuh." Kartu kredit premium itu dilempar Dina ke muka Ken. Dina bisa mendengar applause penonton dan ...the Oscar goes to...

"Satu lagi..." Ken menghentikan langkahnya dan berbalik. Mau ngomel apa lagi nih anak.

"Jangan pernah panggil gue your Bunny.. again!", Dina berbalik, lalu masuk ke dalam rumah.

...and the Oscar goes to Ardina Morita!

-Cut!-

Dina teringat. Bentar lagi Daru dateng. Malam ini mereka ada janji, dan Dina sama sekali belum mandi. Besok Daru sudah terbang ke Papua. Dina punya kejutan buat pacar barunya itu: dia akan ngasih iPod yang sudah diisi lagu-lagu cinta, dua jaket dan tiga sweater. Dina juga udah nyiapin dinner romantis di beranda sambil pake baju-butik mahalnya yang baru dibeli. Thanks for all, Ken's premium credit-card! I love yah!

Monday, January 16, 2006

Bad-Publication (I)

"Gue lagi nyusun buku," kata Vantaa bangga. "Smacem Jakarta Undercover gitu."

Vantaa--bahasa swedia, bacanya Wanda--termasuk makhluk gaib. Bukan kakinya gak nginjek tanah atau punggungnya bolong, tapi yang serupa itu: dia sering muncul tiba-tiba dan penuh kejutan. Yang aneh, cewek garang ini sepertinya diselimuti aura yang bikin gak nyaman. Gak ada yang betah berlama-lama bareng dia. Itu sebabnya, Vantaa gak punya banyak temen. Bahkan anak-anak seangkatannya sering gak sadar punya temen yang--kalo salah sebut--namanya mirip nama merek minuman ringan itu.

Di antara sedikit temannya, Cokro termasuk yang diberkahi 'kemampuan' bisa deket 'ma Vantaa. Takdir mempertemukan dan memperkenalkan mereka. Setelah itu takdir kabur entah ke mana. (Takdir emang sering lempar tanggung jawab!) Mereka teman se-SMU. Padahal sudah dua tahun lebih kelas mereka bersebelahan, tapi Cokro baru menyadari keberadaan Vantaa di akhir-akhir kelas tiga. Mereka pertama kali ketemu di WC-cowok.

"Wah hebat. Jadi lo dah kunjungi satu-satu tempat begituan se-Bandung donk," tanya Cokro penasaran. "Sejak kapan idenya?"

"Sejak sebulan kemarin. Gue dapet ide waktu boker. "

Pantes.

"Nah itu dia makannya gue sms lo ngajak ketemuan, Cok."

Waduh sori ya, gue lagi ada urusan di himpunan. Gue ga ada waktu ngomong-ngomong ma lo. Sori ya, bye. "Bantu gimana?" Cokro mulai merasakan aura-aura aneh. Perasaannya gak enak.

"Tinggal satu tempat yang belum gue datengin. Gue denger ada satu club striptease di Bandung ini. Katanya sih di daerah Braga. Lo bisss..."

Okay. Himpunan, lupain aja. "Kapan kita ke sananya?"

"Kalo gini aja.. baru semangat. Gue pastiin dulu alamatnya. Acaranya adanya jumat. Malem. Jam 9 (kita berangkat) dari kosan gue. Pake' motor lo."

Walaupun agak gondok, "Oke." Aura dikalahkan aurat.

---

"Lo yakin ini tempatnya?"

"Iya. Nih liat...," Vantaa memberikan secarik kertas dengan alamat di atasnya ditulis dengan tinta merah, "bener khan."

Dari luar, gedung di depan mereka itu tampak biasa. Lebih mirip gedung kantoran daripada tempat maksiat. Mereka memberanikan diri masuk.

Lantai empat. Vantaa nampak bicara dengan seorang pria berbadan tegap dengan kacamata hitam di depan sebuah ruang. Entah apa yang dibicarakan. Cokro berdiri agak jauh dari mereka. Jujur, dia takut. Pura-pura sok sibuk tertarik sambil neliti kotak merah bertuliskan 'Emergency'. Apa aja, asal gak berurusan dengan si gupalan-otot berjalan.

Jam dua belas malam kurang tiga menit. Orang-orang makin banyak berdatangan. Banyak juga perempuan yang dateng. Cantik-cantik, meskipun keliatannya 'dewasa', highclass dan wangi-wangi. Mungkin kah mereka ini yang sebentar lagi bakal jadi 'tontonan' di dalam... Fantasi Cokro mulai liar.

Dari kejauhan, Cokro ngelihat Vantaa berhasil menyakinkan Men in Black itu dan mereka diijinkan masuk. Hebat juga koneksinya si Vantaa... boleh sering-sering nih.

Bad-Publication (II)

"Nda, ..eugh... kenapa sih lo gak bilang..."

"Ah lo gak usah malu lagi, Cok. Jujur aja, lo seneng khan liatnya..."

Cokro ngelirik jijik ke panggung buat ngecek sekali lagi. Nggak. Dia yakin dia sama sekali nggak sedang bersenang-senang. Lebih mirip mabuk laut: perutnya mual, kepalanya pusing. Mana lupa bawa Antimo, lagi. Mereka dapet tempat duduk paling deket panggung. Banyak kursi-kursi lain di belakang mereka mengelilingi panggung.

"Halah, lo khan yang sering bilang kalo liat cewek pergi ke kamar ganti sambil bilang: 'anggep aja gue...'"

"Itu khan gue becanda lagi Nda. Skali lagi gue bilang, gue bukan...," giliran Vantaa yang motong kalimat Cokro.

"Udahlah.. tunggu bentar lagi. Gue masih harus ngewawancarain pengelolanya. Katanya bentar lagi dia dateng. Gue dah buat janji ma dia."

"'Nda, yang di sana ngedip ke gue.. ih serem, Nda," wajahnya berubah ungu-kehijauan.

"Dah, gak usah lo liat... Cengeng banget sih lo!"

This book must be a best-seller, kalo gak percuma segala pengorbanan gue!

---

Ruangan sudah penuh pengunjung. Cokro semakin kikuk, serasa pingin lari secepat mungkin ke luar sebelum semuanya terlambat.

Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya dateng. Cowok kemayu nan dendi super wangi dengan pakaian dan rambut berwarna sama: hijo lemper, menghampiri mereka. Dia ditemenin bodyguard kaya' Man in Black di depan tadi.

Vantaa keliatan asik ngobrol dengan orang yang waktu kenalan tadi ngaku namanya Benny. Setelah salaman, Cokro gak ngikutin lagi pembicaraan mereka. Sepertinya hangat dan menarik. Sesekali mereka berdua melirik ke arah Cokro sambil tertawa-tawa ringan. Entah apa yang mereka bicarakan. Terserah, yang penting kalian cepet selesai.

Yang ada di pikiran Cokro sedari tadi cuma kloset. Dia pingin muntah. Dia gak berani lagi menatap ke arah panggung. Sekali lirikan, dia yakin, isi perutnya akan tumpah di sana, detik itu juga. Sebisa mungkin matanya melihat ke lain arah panggung. Kakinya goyang-goyang gelisah, kayak penjahit kejar setoran.

Hentakan-hentakan house music seakan genderag perang menabuhi hasrat dan gairah para pengunjung. Wanita-wanita yang dia lihat tadi sebelum masuk, duduk mengumpul di sana, agak jauh dari tempat Cokro. Kapan ya mereka ini yang naik...

Tiba-tiba, di antara orang-orang yang duduk di sana, di belakangnya, haahhh.. dia gak yakin dengan matanya: itu khan Pak Richard! Dosen pembimbingnya duduk di sana, gak jauh dari mereka.

Bagai harus memilih: mau masuk mulut harimau atau mulut buaya, Cokro gak tahu harus ngeliat ke arah mana lagi. Cokro milih diterkam harimau, walaupun itu berarti setiap malam sejak hari ini dia akan bermimpi buruk dan mengambil risiko muntah. Dia berusaha secepat mungkin menutup dan mengalihkan wajahnya ke arah panggung supaya ga kelihatan 'ma Pak Richard. Tapi terlambat. Pak Richard melambaikan tangannya sambil melempar senyum. Dia tahu!

Cokro hanya bisa tersenyum kaku. Dia sudah tergigit buaya, dan sedang dikunyah pelan-pelan. Senyuman mesum Pak Richard terasa bagai gigi-gigi buaya yang agak tumpul, sakitnya lebih lama terasa.

Cokro dah gak kuat lagi. Ditariknya tangan Vantaa. Mereka berjalan ke arah pintu keluar... "Thanks ya Ben..." Untung Vantaa sudah dapet semua yang diperluin. Kepergian mereka sama sekali nggak digubris para pengunjung di sana, kecuali: Benny dan Pak Richard.

---

Besoknya, yang ada di pikiran Cokro adalah pergi ke gereja dan membuat pengakuan dosa di depan pendeta seharian penuh.

Malam jahanam itu adalah terakhir kalinya Cokro ketemu Vantaa. Tiga bulan berlalu. Kejadian malam itu sudah mulai luntur pengaruhnya. Dia memberanikan diri pergi ke toko buku. Dipindainya rak-rak buku di semua toko buku di kota Bandung. Kenapa bukunya Vantaa blum muncul ya? Empat.. lima.. enam bulan. Selama itu juga, Cokro gak pernah setor wajah buat bimbingan skripsi. Dia sudah berniat mengganti judul TA sekaligus pembimbingnya. Kalo bisa ganti jurusan, atau kalo' mungkin ganti hidup.

Siang, di tempat parkir belakang. Cokro ngeliat Vantaa lagi ngarahin kameranya ke atas, entah motret apa. Meskipun masih trauma, dia mberaniin diri nanya.

"Nda.. buku lo belom luncur?"

"Nggak jadi."

"Hah.. APA?"

"Tiba-tiba gue gak mood. Gue lagi ada proyek baru. Moto awan. Eh, tau gak awan itu bentuknya macem-macem lho...."

"MUKELO MACEM-MACEM! YANG BENER LO..." kali ini Cokro jadi premannya.

"GILA!!!! LO DAH BIKIN GUE DATENG KE TEMPAT YANG SEUMUR HIDUP BIKIN GUE TRAUMA.. TAPI SEMUA ITU PERCUMA AJA KARENA LO SEKARANG LEBIH TERTARIK MOTRET AWAN SIALAN ITU??!"

Dengan cueknya Vantaa bilang, "Sori deh.. bukannya lo juga suka.."

"GAK ADA SORI-SORIAN.. POKOKNYA LO HARUS TERBITIN TUH BUKU! TIAP MALEM GUE MIMPI DIKEJAR-KEJAR SEMPAK (celana dalem-red), PALING GA BISA DENGER MUSIK HOUSE-MIX, BERHARI-HARI GUE IKUT TERAPI PSIKOLOGI DAN HARUS GANTI T.A. CUMA KARENA DATENG KE TU TEMPAT STREAPTEASE-COWOK TERKUTUK! .. SKALI LAGI GUE BILANG, GUE BUKAN GAY!" ..AY..AY..AY suara Cokro menggema di penjuru langit. Wajahnya memerah. Dia sadar, banyak mata yang sedang menatap takjub ke arah mereka. Dia tahu, yang dibutuhkannya sekarang adalah menghilang selama mungkin dari kampus atau pergi ke warung Kang Udjo, beli racun tikus, trus pulang dan bikin surat wasiat.

Cokro menatap sekali lagi ke arah Vantaa, yang dibales dengan tatapan memelas. Wajahnya merah. Cokro berjalan ke arah pintu gerbang, berjalan tegap, menarik satu nafas dalam-dalam, dadanya dibusungkan sambil melangkah seolah gak terjadi apa-apa sambil bergumam-gumam kecil..."kang Udjo.. kang Udjo.. kang Udjo.. ... ...."


[Terinspirasi temen gw yang suatu hari mengutarakan niatnya bikin buku. Mending lo bikin kue aja deh...]

Friday, January 13, 2006

RELATIFITAS RUANG-WAKTU

Taruhan, Einstein pasti belum pernah ke Bandung! Dan naik angkot jurusan Ledeng-Caheum! Kalo sudah, dia pasti gak akan bilang kalo cahaya-lah yang paling cepat di jagat raya...

Pagi. Kabut masih tipis. Setipis daya tampung otak gue..
---
Di angkot itu, setelah gue buka mata, ternyata bukan cuman gue yang dari tadi komat-kamit..
Ada arisan besar-besaran di dalem kepala gue yang kecil ini. Di sana ada Bieniawski, Hartman, Konya sampe Suseno Kramadibrata. Sial! Gw lupa bawa stunt (secarik kertas yang penuh rumus dan cuap-cuap yang ga tau apa isinya, cuma bikin rame.. serasa ini pesta tutup-buku hari kiamat. Semua jadi serba punya alasan untuk ikut nimbrung, dan kasih salam-salam perpisahan).
---
Lhoh, kenapa ibu itu pake angkat-angakat tangan sambil komat-kamit? Sial!! Jadi lupa deh sampe dimana arisannya...

Kiirii. Angkot baru aja ngelewatin nebula M235. Kiiiriii. Andromeda juga baru lewat.
Seperti dentuman besar: KiiiiiiiiiiiiRRRRRiiiiiiiiii! Satu angkot menyanyikan koor jagat-raya.

Aransemen lagu-lagu daerah (pagi itu Batak) dalam notasi-notasi pulsatoris teratur penuh pengulangan ala House Mix, emang gue akui luar biasa! Musik itu bisa menggetarkan seluruh tubuh. Dari jempol sampe rambut gw yang dah dipakein gel sampe nempel jadi satu pun ikutan dung..tak..dung..tak. Di sini, di angkot ini, Big Bang cuma suara-suara numpang lewat.

Ciiiiiiiiiittttttt.. Terkutuklah rem yang super pakem itu. Seisi angkot tumpah ruah. Porak poranda. Diikuti bunyi-bunyian dan suara-suara manusia pasrah dan ngomel bersamaan. Hey, kemana ibu tadi? Sekarang sulit dibedakan, mana yang siapa.

Buru-buru merangkak ke pintu keluar. Bayar Rp. 2,000 ke supir yang rautnya sama sekali ga ada tanda-tanda penyesalan, seakan dia punya hidupnya sendiri, dan hidup penumpang yang tertumpuk kaya pindang di belakang itu, adalah dunia yang sama sekali berbeda. Dan, dua dunia itu hanya terikat-mati oleh satu hal: uang. Seperti UUD'45 yang dikeramatkan itu, ada pasal super yang jangan coba-coba dipermainkan, yang ditempel bagai maklumat dewan tertinggi revolusi di kaca-kaca dalam angkot: NAIK GRATIS, TURUN BAYAR. Ada juga pasal yang agak elastis: BAYARLAH DENGAN UANG PAS.
Dan, gue adalah warga angkot yang terlalu baik.

Kampus masih baru bangun dari tidurnya. Habis begadang. Dilihat dari sebaran acak sampah-sampah plastik (damn! elsto-plastik, daerah plastis... hapalan gue sudah crack!) dan organik, semalam habis ada keriaan. Oh iya, semalem khan ada ROCK UR CAMPUS. Padahal sebagai anak Metal-sejati, momen kaya gini sama pentingnya kaya ledakan supernova yang keliatan dari langit bumi. Alias penting! Demi sidang, demi masa depan (gambar: menatap fajar matahari nan berkilauan) gue rela puasa nonton.

Kaki melangkah menyusuri koridor-koridor dan papan-papan tempel. Poster desainan gue yang ciamik itu masih di sana, belum tergantikan.. dihubungkan dengan hobi tempel-kertas-sembunyi-tangan atau rasa kepemilikan tinggi mahasiswa kampus yang selama-bisa-diambil-kenapa-tidak, hal ini termasuk di luar kebiasaan.

Di depan gedung jurusan.
Bieniawski alasan kencing ke belakang. Hartman, Konya entah ke mana. Tinggal Suseno Kramadibrata (oh... harus ku apakan dia?). Arisan pun bubar jalan. Sialan! Padahal, belom ada pemenangnya..

Kursi tunggu hijau legendaris itu menatap menggoda. Dan, lorong itu adalah Green Mile dengan kamar-gas (siap mencekik nyali) diujungnya yang lain.
Gue harus bikin wasiat: si Baby, boneka babi, dan Boris si beker kesayangan yang sudah nemenin enam tahun sebelas bulan kuliah gue di sini (iya, enam tahun sebelas bulan.. PUAS?!!!!!).. bagaimana nasib mereka nanti?

(Catatan: di kampus gw ini, UTS (Universitas Taman Sari), waktu adalah uang. Pak Rektor--yang kini menjabat mentri--itu mengultimatum: kami harus lulus sebelum 7 tahun.)

Enam tahun dan sebelas bulan, gue baru nyesel: kenapa tak penah ku kencani diktat-diktat fotokopian itu... tak juga ku belai dan ku ciumi sebelum tidur... apalagi menemaninya jalan-jalan dan nonton bioskop. Padahal di awal semester, strategi dan target-target sudah dipasang di stereofoam pink-stabilo di kamar dan nama gue slalu terdepan dalam daftar-daftar peng-kopi (apapun itu, kopikan aja brur!). (Pelajaran moral: jangan pernah jadi korban mode dan budak tren, BACA tuh BUKU!). This is my last chance! Dan, gue gak akan sia-siain.

Empat puluh dua menit dan enam belas detik kemudian... "Cokro!" The death call! Meja arisan itu lengang. Bahkan Suseno Kramadibrata pun gak kuat ngeliat adegan ini. Nama gue dipanggil ke ruang sidang... deg.. deg.. Duk.. duk.. #$%***^&*(...

"Cok.. Coki... whoy bangun!!! Cok... Pinjem kompie lo dong..." Itu suara manusia terakhir yang pingin gue denger hari ini. Si Aduy. Kalo dia dah bangun, itu artinya bentar lagi sore...

DUUUUY.. JAM BRAPA NI???

"Di tipi lagi Ceriwis... mmmmhh.. jam satuan kali." Aduy, dia jongkok, postur monyet boker, sambil mulung beleknya. Komputer nyala. Bunyinya seperti raungan sirine.....

.......#$^^$#@#&Y*(....... AAAAARRRRRRRGGGGGGHHHHHHH...GUE KHAN HARUSNYA SIDANG JAM 'SMBILAN!!!!!!!!!!!

Si Aduy loncat dari tempatnya jongkok... Sekarang dia baru tahu gimana rasanya jadi Nagasaki & Hiroshima.

SIIIIIIAAAAALLLL, KKKAAMAMPREEEETTT!!!!!! (Kata-kata berikutnya terpaksa kami hilangkan karena tidak lulus sensor. Terima kasih atas pengertian Anda--redaksi)

Gue baru inget.. semalem si Aduy ngajakin nonton ROCK UR CAMPUS
"bentar aja... Temenin gue, gue baru ditinggal nikah mantan gue nih... gue pingin teriak-teriak. Masa' lo gak kasian sih ma gue??!" Tuhan pasti salah cetak. Kenapa makhluk sebejat Aduy ini dikasih tampang paling melas sedunia yang gampang buat hati luluh.
Yang tadinya dua lagu, jadi empat.. lima.. tujuh.. setengah dua pagi!

BOOOOORRRRRRIIIIIIIISSSSS... DUUYYY, KALIAN DIPECAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAT!!!!!!!!

Aduy sudah menghilang (mungkin lumer kena radiasi). Tinggal gue dan poster Einstein lagi mélét (Jawa - menjulurkan lidah)--hadiah pacar--saling tatap. Sialan, dia dah mati duluan!! Andai ruang dan waktu gak ada!!! Duh..


[Terinspirasi adekku sayang yang suatu hari telat bangun buat ujian dan seorang teman yang besok pagi, jam sembilan akan sidang. Ini jadinya kalo' kalian dikawin silang.]

Thursday, January 12, 2006

The Colour Autumn

Damn! Does she have to?! Apa dia gak bisa... arghhh... apa dia pingin liat gue terjun bebas kaya' dulu lagi!!! Apa lo gak tau, Rin, rongga dada kiri gue ini sudah lama ga pernah terasa lagi detaknya... sejak gue mencintai lo???

(Amplop warna jingga muda--warna kesayangan Rini--itu masih tertutup rapat. Tak usah dibuka, ia sudah tahu apa isinya. Surat itu wangi, aroma memori yang menyesakkan dada. Ia berharap menghirup sarin saja.)

Mungkin dia memang suka melihatku tersiksa... mungkin ia ingin menghabisiku sekarang juga. Mengejek segala yang tak ku punya. Sekejam itukah kamu?? Haruskah kau renggut udara dari paru-paruku
sekali lagi ??

(Dinikmatinya lekuk nama Rini yang dicetak dalam huruf-huruf foil keemasan. Namanya dieja lengkap di atas nama almarhum ayahnya.. Di sisi kanan, ada nama-nama lain yang tak dikenalnya dalam cetakan serupa.
Musim gugur baru saja tiba mengetuk jendela.)

Rin, Aku sudah lupa caranya mati.

Monday, January 09, 2006

Malam melow

(diambil dari frasa: slow melow-swallow request, sebuah acara request lagu 'pelan' (melankolis) habis adzan di radio OZ.)

Terkutuklah malam ini dengan kado-kado memorinya: berkardus-kardus masa lalu di depan pintu. Emang salah gue: sok jadi pemberani! Tapi..gue emang rindu masa-masa itu.

{ ... diem.. bunyi bising kulkas, dispenser, air netes dari keran yang bocor. dan, gue ga tau mau nulis apa lagi malam ini... }

Waktu itu, hidup bukan perkara memilih dengan segala konsekuensinya. Waktu itu hidup adalah desakan-desakan yang terus membaru. Dan waktu gak pernah berhenti lama kaya' sekarang ini.

***

{Peringatan: ini bukan sambungan kalimat-kalimat di atas. Tapi kalo mo disambung-sambungin ya terserah...tapi, jangan bilang kalo' gue ga kasih peringatan sebelumnya.}

>Pagi<
Beker distel jam 9.30. Mau ke kondangannya si Hadi*. Janji berangkat bareng temen-temen dari kampus. Rame-rame biar seru. Sebenernya ga tau jalan juga sih. Bangun. Bukan karena bunyi beker, tapi dering hp: ada yang sms.
[fenomena: hanya beberapa menit sebelum beker, biasanya gue dah kebangun duluan.. kenapa ya?]
Masak aer. Dah ga kuat mandi ga pake aer anget sekarang ini. Bandung dingin. Pa lagi jantung gue juga rada lemah. Ga kuat nggigil. Sambil nunggu nunggu, nonton teve.

>Masih Pagi<
Waduh telat. Janji brangkat jam 11. Tapi ini jam 10 lewat masih di rumah belom ngapa-ngapain. Kasur lupa ditebah; semrawut. Buru-buru pake baju (baru--tapi celana lama--pake item apa coklat ya..). Rambut dipakein gel. Kaos kaki kiri - spatu kiri, kaos kaki kanan - spatu kanan. Jaket. Dompet. HP. Kunci rumah. Cabut!

>Jam setengah sebelas<
Nunggu angkot kuning (angkot di trayek ini yang paling buruk kondisinya-red). Spanjang jalan terus ngeyakinin diri sendiri kalo' telat itu 'manusiawi'. Nyampe kampus, langsung ke BP**. Buka pintunya... Dah ada Jay, Ulil, Bono (yang ini bukan vokalis U2), Ringgo (jangan ditambah-tambahin Star deh..). Ternyata masih nunggu Fadhil n Eko. Cabs jam 11.30 lebih (ga tau mana jam yang bener: jam dinding BP ato jam tangan gw, bedanya 15 menit). Di jalan, ada kabar gembira, anak si Roni n Taya*** dah lahir: laki-laki! (Selamat ya...!) Kumpul-kumpul duit dalam amplop buat Hadi.

>Jalan Jakarta no. 15<
Rame. Banyak orang jalan keluar. "Waduh.. telat. Tapi, masa' sih??!" Ternyata bubaran gereja. Hehehe...
Masuk. Serba ijo. Dah ada Dadan, Opik dan nyonya. Maju. Antre salaman. Trus, makan! Ada Rika ma Catur baru nonggol. Foto-foto angkatan bareng mempelai. Donny (baru) dateng. Foto-foto lagi (doyan bener!). Pamit pulang. Keluar deh... tapi ujan! Nunggu di emper gedung. Habis di dalem panas. Ngeliatin banjir.. gorong-gorong nyemburin air. Hujan agak mendingan, langsung semburat cari kendaraan pulang. Ada yang naek angkot. Ada yang nebeng Rika. Gue jadi sopirnya Rika. Gila!!! Bandung, banjirnya dah ga manusiawi lagi. Mana banyak gunung sampahnya...

>Kampus<
Ngenet. Download (baca: bajak-red) mp3. Waduuuh...ternyata amplop buat Hadi masih dikantongin Ulil! Ping Pong. Jam 4an. Capek. Pulang. Eitt...mampir dulu dah ke Gramed. Ternyata buku Harry Potter baru luncur. Beli ah..! Makan di KFC. Pulang.

>Rumah<
Ngantuk banget. Teryata Rifki sms. Ada lowongan di Freeport. Tidur... Kriiiing... Kriiiing... Telpon. Dari Mama. Setengah sadar ngejawabnya. Tidur (lagi)... Kriiiing... Kriiiing... Telpon. Dari Mbak. Males ngomong sebenernya--serasa masih di awang-awang, tapi.. jawab aja deh. Bengong. Dah ga ngantuk. Bikin lamaran ah.. (utak-atik, bolak-balik PC-PowerBook). Dah. Nyelesein baca "Un viejo que leía novelas de amor" karya Luis Sepúlveda (gue bertekad bikin resensi cerita pendek ini). Jam 3.25 subuh, masih ngetik bagian ini.

Footnote:
*Hadi. Temen seangkatan. Terkenal ama IP 4-nya. Gak kaya gue: dia dah gawe, dah nikah (Selamat ya...!) pula.
**BP = Bina Pertambangan. Tempat magangnya anak-anak tambang. Terkenal ama Mbak Devi, Mas Ricef--kek mana ya nulisnya?--, n proyek-proyeknya. Tempatnya di atas lab (ato bengkel ya) PBG***. Tempat ngenet gratis di kampus, kala (Pak) Surya telah pulang.
***Roni seangkatan. Taya angkatan 99. Mereka punya bisnis digital printing di Tangerang, namanya Ronita (Roni-Taya... how romantic!)
****PBG = Pengolahan Bahan Galian. Matakuliah Met (metalurgi-red) yang wajib diambil ma TU (tambang umum-red) n Eksplor. Waktu jaman gue yang ngajar Pa Alwi. Orangnya dah tua banget (sama ma mobilnya). Kalo ngajar, ngomong ma papan tulis mulu. Catetannya bejibun. Gue dapet 'B' untuk mata kuliah ini.

Sunday, January 01, 2006

Berita Kenyal-Kenyal

Formalin di ikan dan mie dan tahu, boraks dalam bakso, pewarna tekstil dalam saos, barang-kadaluarsa, dan sebagainya dan seterusnya... koq kayaknya bukan barang baru...??!

<...kemane aje pak.. bu POM?!!...>

Bom, teror, curi-curi, pembunuhan.. banyak.. Biasa.. sampe tumpul rasa.. Kebal!

Korupsi, nepotisme, birokrasi-macam-tai, mark up, serba kemaruk, disintegrasi.. baca koran tiap hari. Pasti ada beritanya! Lumrah..

Agama.. agama.. agama dicaci.. agama dinanti.. serba ceramah.. Azab.. Kutuk.. Jin.. Setan.. Kafir.. Darah.. Neraka-neraka.. lagi dan lagi.. dalam kotak-kotak ajaib berpendar nan menghipnosis.. makanan jiwa kami sehari-hari.

Rame-rame cari kambing hitam! Nolak kenyataan... Pembenaran, dan manusia serba robot... Rame-rame cari untung.. ayo, siapa mau?!

Rame-rame 'menghajar' lampu merah.. tanpa malu, tanpa rasa.. banyakan koq! Sah-sah aja: peraturan untuk dilanggar! Rem...apaan tuh!?!

Ha..ha..ha.. siapa yang gak?!

[...suatu hari habis kebanyakan nonton teve...]

Butuh penyegaran!

tahun baru dalam tidur

[sore, 31 Desember 2005]

Gue tau langit emang lagi doyan ketidakjelasan: kadang terang (tapi nanggung) tapi lebih sering hujan. Netes malu-malu serba irit seperti ingus dari hidung gue. Wah, penyakit ini makin nyebelin aja!

Inbox
+628522067xxxx
3:19 PM
Made. Gimana? Jadi keluar malam ato cuma nonton TV

Sent
3:23 PM
Kluar kmana? Kalo cuacanya begini..Sepertinya, kasur (baca: tdur) bs jd t4 pesta taun baruan.

Inbox
+628522067xxxx
3:24 PM
Ha3x. Mendung sich. Nggak ada acara special taun ini kecuali tidur setaun

Gue ga begitu suka kaya orang-orang nongkrong di Dago, mlototin (they called) 'barang-barang' bagus yang sliweran. Ato ngeliat orang naek panggung sambil teriak-teriak, mukul-mukul, goyang-goyang, dst (they called) nge-band. Kurang 'ngapa-ngapain keq' gitu... futile! Trus pada ngitung mundur 5.. 4.. 3.. 2.. 1.. preeeeeett! Dan besoknya yang sisa cuma ngantuk, belekan, cape', dan sampah di mana-mana..

Mana gue tau' acara taun ini di mana! Dago? Ato Braga?! Terserah lah...mau d depan rumah gue juga ga bakal bikin gue keluar rumah dan belajar ngitung mundur bersama...

NB: katanya tahun ini bumi muternya lebih lambat sedetik... jadi, selamat berpesta sedetik lebih lama! Eh, barusan ada kuda lewat depan rumah! I love u my powerbook G4!